A. Masuknya kebudayaan Hindu-Budha ke
Indonesia
Diketahui
dengan melalui proses yang panjang. Terdapat berbagai pendapat para ahli yang
masih berupa dugaan sementara, cukup bermanfaat untuk memberikan pemahaman
tentang bagaimana proses masuk dan berkembangnya kebudayaan Hindu-Budha di
Indonesia.
Teori tentang masuknya kebudayaan
Hindu-Budha di Indonesia pada dasarnya dapat dibagi dalam dua pandangan.
Pendapat pertama menekankan pada peran aktif dari orang-orang India dalam
menyebarkan Hindu-Budha (teori Waisya, teori Ksatria, dan teori Brahmana.
Pendapat kedua mengemukakan peran aktif orang-orang Indonesia dalam menyebarkan
agama Hindu-Budha di Indonesia (teori Arus Balik).
Secara
filosofis masyarakat hindu di india mengatakan bahwa “orang tidak bisa menjadi
hindu, tetapi orang lahir sebagai hindu”. Berarti tidak setiap orang bisa
menjadi hindu. Bagaimana orang hindu di indonesia sekarang, tentu bukan
keturunan orang india atau dilahirkan dari orang tua mereka yang beragama
hindu. Bisa di bandingkan dengan pandangan Krom yang mengatakan bahwa orang
tidak perlu membayangkan suatu peradaban yang luar biasa dapat berdiri
berhadapan sejajar dengan peradaban hindu. Dalam artikel ini
akan mengulas lebih dalam mengenai Teori Waisya yang
berperan penting dalam proses penyebaran pengaruh hindu budha di Indonesia.
Teori
waisya mengatakan bahwa pengaruh hindu ke indonesia di bawa oleh
para pedagang maupun buruh menengah. Penganut teori ini adalah Coedes yang
kemudian mendapat dukungan dari N.J.Krom. Melalui perdagangan akan terjalin
interaksi antar bangsa termasuk orang Indonesia. Interaksi antara masyarakat
Indonesia dengan para pedagang india sangat beraneka ragam,contohnya
saja melalui jual beli barang dagangan,( dari interaksi saling tawar
menawar barang dagangan) dan melalui proses perkawinan dengan gadis-gadis
maupun laki-laki dari
Indonesia.
Khususnya perkawinan politik berlaku disini
dan sangat efektif untuk memperkenalkan kebudayaan dan agama baru bagi
masyarakat maupun penduduk pribumi. kesepakatan bahwa kedatangan
bangsa india maupun cina ke Indonesia pada awalnya bukan karena
hubungan budaya ataupun agama, melainkan karena faktor ekonomi.
Seperti yang dikatakan oleh Coedes, bahwa orang-orang india datang ke daerah
timur karena kehilangan sumber emasnya di Siberia karena desakan dari utara,
oleh karena itulah mereka atau bangsa india itu datang ke indonesia.
Para
pedagang dari bangsa India yang sudah terlebih dahulu mengenal hindu budha, mereka
datang ke indonesia bukan hanya untuk berdagang saja melainkan untuk
memperkenalkan atau menyebarluaskan pengaruh hindu budha kepda masyarakat
Indonesia. Pelayaran dan perdagangan pada waktu itu bergantung pada angin
musim. Pengertian angin musim atau angin muson yaitu angin periodik yang
terjadi terutama di samudra hindia dan sebelah selatan
asia.
Dalam
waktu tertentu mereka (para pedagang) akan menetap di
Indonesia, jika angin musim tidak memungkinkan untuk kembali ke
negara para pedagang tersebut. Menurut pedapat N.J.Krom hindu masuk ke
Indonesia dibawa oleh para pedagang atau orang-orang india yang berkasta
waisya. Hipotesis ini masih mengecilkan peranan-peranan di Indonesia. Para
pedagang mengikuti angin musim yang setengah tahun selalu berganti arah,
sehingga selama enam bulan menetap di Indonesia menyebarkan agama dan budaya
hindu.
Teori
Waisya dikemukakan oleh NJ. Krom yang menyatakan bahwa golongan Waisya
(pedagang) merupakan golongan terbesar yang berperan dalam menyebarkan agama
dan kebudyaan Hindu-Budha. Para pedagang yang sudah terlebih dahulu mengenal
Hindu-Budha datang ke Indonesia selain untuk berdagang mereka juga
memperkenalkan Hindu-Budha kepada masyarakat Indonesia. Karena pelayaran dan perdagangan
waktu itu bergantung pada angin musim, maka dalam waktu tertentu mereka menetap
di Indonesia jika angin musim tidak memungkinkan untuk kembali. Selama para
pedagang India tersebut tinggal menetap, memungkinkan terjadinya perkawinan
dengan perempuan-perempuan pribumi. Dari sinilah pengaruh kebudayaan India
menyebar dalam kehidupan masyarakat Indonesia.
Jalur
Perdagangan India-Cina melalui Indonesia Wilayah Indonesia terdiri atas pulau
besar dan kecil yang dihubungkan oleh selat dan laut merupakan lalu lintas
utama penghubung antarpulau. Pelayaran ini dilakukan dalam rangka mendorong
aktivitas perdagangan. Pelayaran perdagangan yang dilakukan oleh
kerajaan-kerajaan di Indonesia bukan hanya dalam wilayah Indonesia saja, tetapi
telah jauh sampai ke luar wilayah Indonesia. Posisi Indonesia yang strategis di
tengah-tengah jalur hubungan dagang Cina dengan Romawi, maka terjadilah
hubungan dagang antara kerajaan-kerajaan di Indonesia dan Cina beserta India. Agama
Hindu di Indonesia. Kaum Waisya adalah mereka yang berasal dari kalangan
pekerja ekonomi seperti pedagang dan saudagar. Para pedagang yang berasal dari
India atau pusat-pusat Hindu lain di Asia ini banyak melakukan hubungan dagang
dengan masyarakat atau penguasa pribumi. Hali inilah yang membuka peluang bagi
masuknya agama Hindu di Indonesia. Teori Waisya ini diprakarsai oleh Dr. N. J.
Krom.
Meskipun
disampaikan oleh para ahli, keempat teori diatas tetap mempunyai kelemahannya
masing-masing. Hal tersebutkarena kitab Weda yang merupakan kitab suci agama
Hindu ditulis menggunakan bahasa Sansekerta dan Pallawa yang notabene hanya
dikuasai oleh kaum Brahmana. Kaum Ksatria, Waisya, dan Sudra tentu saja akan
sangat kesulitan menyebarkan agama Hindu di Indonesia karena mereka tidak
memahami Bahasa Sansekerta yang merupakan bahasa dalam kitab Weda. Namun
demikian, menurut kepercayaan India kuno, kaum Brahmana tidak boleh
menyeberangi lautan sehingga hampir mustahil untuk kaum Brahmana menyebarkan
Hindu di Indonesia Secara langsung.
Pekembangan
berikutnya baru merujuk pada hubungan-hubungan agama dan kebudayaan. Ini dapat
dilihat dari peranan selat malaka sebagai pelabuhan transito. Yang di maksud
dengan pelabuhan transito yaitu: sebagai lalu lintas orang, sebagai lalu lintas
barang, dan sebagai lalu lintas agama dan kebudayaan. Hubungan agama dan
kebudayaan adalah proses akhir dari relasi atau hubungan antar bangsa India
dengan bangsa Indonesia.
Faktor yang
mempengaruhi para pedagang luar negeri khususnya India berdatangan ke Indonesia
untuk melakukan perdagangan, karena letak geografis sangat strategis, ini dapat
dibuktikan dengan adanya daerah-daerah pesisir yang strategis yang banyak
berfungsi sebagai pelabuhan maupum aktifitas politik. Pelabuhan-pelabuhan bukan
hanya sekedar menjadi tempat untuk aktifitas ekonomi saja, melainkan juga
berfungsi sebagai tempat awal bertemunya para pedagang dari segala penjuru
dunia dengan berbagai kepentingan-kepentingan,termasuk juga untuk kepentingan
politik juga.
Pelabuhan
sudah difungsikan sebagai tempat masuk dan keluarnya lalu lintas barang
dagangan sebelum datangnya bangsa asing. Kedatangan bangsa asing seperti
pedagang dari India lebih menyempurnakan fungsi pelabuhan, baik dalam bidang
ekonomi maupun kebudayaan. Padagang pada zaman dahulu masih sangat sederhana.
Pada mulanya dilakukan di anak-anak sungai dengan menunggu para pengepul,
barulah dalam perkembangan berikutnya sejalan dengan teknologi pelayaran mulai
memanfaatkan (port) sebagai tempat transaksi dengan bangsa-bangsa lain. Perdagangan
oleh para pedahgang di lakukan dengan cara pindah dari tempat satu ke tempat
yang lain, dari pulau satu ke pulau yang lain, dari benua ke benua, dengan
membawa sejumlah barang dagangan tertentu yang biasanya besar maupun tidak
besar volume daganganya.
Kepentingan
politik inilah yang menjadi penyebab munculnya berbagai pengaruh yang
berdatangan dari luar negeri, seperti pengaruh sistem sosial, budaya atau
peradaban dan sistem pemerintahan. Hubungan dagang awalnya dilakukan oleh para
pemimpin suatu wilayah, apakah itu seorang kepala suku atau raja.para pemimpin
inilah yang mengadakan hubungan dengan bangsa lain melalui pedagangan yang
nantinya akan berlanjut pada pengaruh kebudayaan dan agama hindu budha di
indonesia.
Pengaruh
pedagang India dalam perspektif akulturasi, terdapat beberapa konsep kebudayaan
yang dapat kita ketahui dan kita pelajari yaitu diantaranya adalah akulturasi
dan asimilasi. Akulturasi yaitu memunculkan kebudayaan baru melalui proses
percampuran, tetapi kebudayaan pendatang seperti para pedagang maupun buruh
menengah yang datang dari India menyesuaikan sendiri dengan kebudayaan pada
saat itu. Tetapi kalau asimilasi adalah sebaliknya yaitu kebudayaan yang telah
kehilangan kepribadianya setelah bercampur dengan kebudayaan pendatang.
Proses
akulturasi terjadi di Indonesia dalam menanggapi kebudayaan India. Secara umum
berdsarkan bukti-buti tertua yang di Indonesia ada tiga bentuk hasil kebudayaan
atau bukti hasil proses akulturasi dengan datangnya pengaruh India. Di
antaranya yaitu sistem religi, sistem sosial, dan sistem politik.
Sistem
religi yaitu animisme dan dinamisme adalah dasar kepercayaan yang dimiliki oleh
bangsa Indonesia, sebelum mengenal agama. Animisme adalah semacam kepercayaan
yang menganggap bahwa semua benda dan makhluk itu hidup. Datangnya pengaruh
dari India (hindu) mulai dikenal beberapa dewa yang menguasai alam semesta ini.
Seperti konsep trimurti yaitu dewa brahma sebagai pencipta segala isi alam
termasuk dirinya sebagai manusia, dengan simbol kekuatan api. Dewa wisnu sebagai
pemelihara, dengan simbol kkuatan air, dan dewa swa sebagai pelebur (bukan
perusak) sebagai simol angin.
Sistem
sosial menurut pandangan Suleiman (1981) mengatakan bahwa kepala suku menjadi
raja perlu di cermati. Secara tradisional kelas masyarakat sudah dimiliki oleh
masyarakat Indonesia. Pengaruh India (hindu) juga mengenal klas masyarakat yang
biasanya dikenal dengan sebutan sistem kasta (catur warna). Tampaknya tidak
semua kasta dapat terakomodasi dalam sistem sosial di Indonesia. Dapat dilihat
dari kehidupan masyarakat di Bali sekarang. Di Bali tidak tampak ke empat kasta
seperti kasta brahmana, ksatria, waisya, sudra. Yang tampak hanyalah kasta
brahmana (pendeta), ksatria (prajurit atau raja) dan orang luar (jabe). Untuk
kasta waisya dan sudra sulit di bedakan berdasarkan mata pencaharian. Kasta
waisya adalah golongan pedagang, sedangkan sudra adalah petani. Inilah yang
tidak tampak di tanah air.
Sistem
politik lebih menitikberatkan pada peralihan sistem pemerintahan yang
terjadi pada awal datangnya pengaruh India. Adanya klasifikasi dalam masyarakat
menunjukan sudah ada pemerintahan, walaupun masih sangat sederhana. Pembagian
tugas sudah terjadi dengan berbagai hak dan kewajiban. Secara tradisional sudah
dikenal dukun, kepala suku dan rakyat. Datangnya pengaruh dari India lebih
menyempurnakan khasanah pemerintahan tradisional yaitu mulai dikenal sistem
kerajaan. Mulai dikenal aturan-aturan tertulis terkait dengan kewajiban seorang
pemimpin yang dikenal dengan Astabrata. Astabrata yaitu perilaku yang ke
delapan.
Datangnya
pengaruh India dari para pedagang India sampai saat ini masih bisa di nikmati
oleh bangsa Indonesia, baik dalam bentuk hasil kebudayaan moril maupun materil
sampai pada pengaruh agama. Pengaruh-pengaruh tersebut di bawa oeh para pedagang
India dengan mempunyai tujuan-tujuan tertentu. Perkawinan antara bangsa pribumi
dengan para pedagang yang berdatangan telah menghasilkan kerja sama yang baik
dari kedua negeri tersebut. Kerja sama yang baik dapat di wujudkan
dalam berbagai hal.
Dari
perkawinan tersebut menghasilkan keturunan, yang kemudian dari semua
keturunan-keturunan tersebut telah berhasil menyebarluaskan pengaruh-pengaruh
maupun kebudayaan ataupun agama hindu budha dari India. Tidak hanya proses
perkawinan saja yang berperan besar dalam menyebarluaskan pengaruh
tersebut melainkan juga bangsa Indonesia itu sendiri.
Perjalanan
para pedagang ke Indonesia melewati rute yang sangat panjang. Pejalanan
tersebut telah melewati beberapa samudera dan lauta-lautan, yang pastinya para
pedagang tersebut membutuhkan mental yang kuat. Kalau tidak dibekali dengan
mental maupun fisik yang kuat kemungkinan para pedagang dan buruh menengah
tersebut tidak akan pernah sampai ke negeri Indonesia.
Banyak
beberapa tujuan yang ingin di capai oleh orang asing yang pergi ke suatu negeri
tertentu. Seperti halnya ingin memasarkan suatu barang dagangan, bisa berupa
hasil pertanian, pertambangan, dan lain-lain.
B. Masuknya Kebudayaan Islam Di Indonesia
Proses masuk dan berkembangnya agama
Islam di Indonesia menurut Ahmad Mansur Suryanegara dalam bukunya yang berjudul
Menemukan Sejarah, terdapat 3 teori yaitu teori Gujarat, teori Makkah dan teori
Persia. Ketiga teori tersebut di atas memberikan jawaban tentang permasalahan
waktu masuknya Islam ke Indonesia, asal negara dan tentang pelaku penyebar atau
pembawa agama Islam ke Nusantara.
a. Teori Gujarat
Teori ini berpendapat bahwa agama Islam masuk ke
Indonesia pada abad 13 dan pembawanya berasal dari Gujarat (Cambay), India. Hal
ini juga bersumber dari keterangan Marcopolo dari Venesia (Italia) yang pernah
singgah di Perlak ( Perureula) tahun 1292. Ia menceritakan bahwa di Perlak
sudah banyak penduduk yang memeluk Islam dan banyak pedagang Islam dari India
yang menyebarkan ajaran Islam.
b. Teori Makkah
Teori ini merupakan teori baru yang muncul sebagai
sanggahan terhadap teori lama yaitu teori Gujarat. Teori Makkah berpendapat
bahwa Islam masuk ke Indonesia pada abad ke 7 dan pembawanya berasal dari Arab
(Mesir). Para ahli yang mendukung teori ini menyatakan bahwa abad 13 sudah
berdiri kekuasaan politik Islam, jadi masuknya ke Indonesia terjadi jauh
sebelumnya yaitu abad ke 7 dan yang berperan besar terhadap proses
penyebarannya adalah bangsa Arab sendiri.
c. Teori Persia
Teori ini berpendapat bahwa Islam masuk ke Indonesia
abad 13 dan pembawanya berasal dari Persia (Iran). Dasar teori ini adalah
kesamaan budaya Persia dengan budaya masyarakat Islam Indonesia seperti
peringatan 10 Muharram atau Asyura atas meninggalnya Hasan dan Husein cucu Nabi
Muhammad, yang sangat di junjung oleh orang Syiah/Islam Iran. Selain itu,
ditemukannya makam Maulana Malik Ibrahim tahun 1419 di Gresik.
Berdasarkan teori tersebut dapat disimpulkan bahwa
Islam masuk ke Indonesia dengan jalan damai pada abad ke-7 dan mengalami
perkembangannya pada abad ke-13. Sebagai pemegang peranan dalam penyebaran
Islam adalah bangsa Arab, bangsa Persia dan Gujarat (India). Proses masuk dan
berkembangnya Islam ke Indonesia pada dasarnya dilakukan dengan melalui
beberapa jalur/saluran yaitu melalui perdagangan seperti yang dilakukan oleh
pedagang Arab, Persia dan Gujarat. Pedagang tersebut berinteraksi/bergaul
dengan masyarakat Indonesia. Pada kesempatan itu dipergunakan untuk menyebarkan
ajaran Islam. Selanjutnya diantara pedagang tersebut ada yang terus menetap,
atau mendirikan perkampungan, seperti pedagang Gujarat mendirikan perkampungan
Pekojan. Dengan adanya perkampungan pedagang, maka interaksi semakin sering
bahkan ada yang sampai menikah dengan wanita Indonesia, sehingga proses
penyebaran Islam semakin cepat berkembang.
Perkembangan Islam yang cepat menyebabkan muncul tokoh
ulama atau mubaliqh yang menyebarkan Islam melalui pendidikan dengan mendirikan
pondok-pondok pesantren. Islam juga disebarkan melalui kesenian, misalnya
melalui pertunjukkan seni gamelan ataupun wayang kulit. Dengan demikian Islam
semakin cepat berkembang dan mudah diterima oleh rakyat Indonesia.
Proses penyebaran Islam di Indonesia atau proses
Islamisasi tidak terlepas dari peranan para pedagang, mubaliqh/ulama, raja,
bangsawan atau para adipati. Di pulau Jawa, peranan mubaliqh dan ulama
tergabung dalam kelompok para wali yang dikenal dengan sebutan Walisongo atau
wali sembilan yang terdiri dari:
1. Maulana Malik Ibrahim dikenal dengan nama Syeikh
Maghribi menyebarkan Islam di Jawa Timur.
2. Sunan Ampel dengan nama asli Raden Rahmat
menyebarkan Islam di daerah Ampel Surabaya.
3. Sunan Bonang adalah putra Sunan Ampel memiliki nama
asli Maulana Makdum Ibrahim, menyebarkan Islam di Bonang (Tuban).
4. Sunan Drajat juga putra dari Sunan Ampel nama
aslinya adalah Syarifuddin, menyebarkan Islam di daerah Gresik/Sedayu.
5. Sunan Giri nama aslinya Raden Paku menyebarkan
Islam di daerah Bukit Giri (Gresik)
6. Sunan Kudus nama aslinya Syeikh Ja’far Shodik
menyebarkan ajaran Islam di daerah Kudus.
7. Sunan Kalijaga nama aslinya Raden Mas Syahid atau
R. Setya menyebarkan ajaran Islam di daerah Demak.
8. Sunan Muria adalah putra Sunan Kalijaga nama
aslinya Raden Umar Syaid menyebarkan islamnya di daerah Gunung Muria.
9. Sunan Gunung Jati nama aslinya Syarif Hidayatullah,
menyebarkan Islam di Jawa Barat (Cirebon)
Demikian sembilan wali yang sangat terkenal di pulau
Jawa, Masyarakat Jawa sebagian memandang para wali memiliki kesempurnaan hidup
dan selalu dekat dengan Allah, sehingga dikenal dengan sebutan Waliullah yang
artinya orang yang dikasihi Allah.
Kerajaan-kerajaan Islam yang ada di
Indonesia:
1. Kerajaan Samudra Pasai
Kerajaan Samudra Pasai merupakan
kerajaan Islam pertama di Indonesia. Kerajaan ini didirikan oleh Marah
Silu bergelar Sultan Malik al- Saleh, sebagai raja pertama yang
memerintah tahun 1285 – 1297. Kerajaan ini masih ada sampai abad ke-15. Pusat
kerajaaan Samudera Pasai kemudian dipindah ke Pase.
2. Kerajaan Demak
Demak merupakan kerajaan Islam
pertama di pulau Jawa dengan rajanya yaituRaden Patah. Demak
dengan cepat mencapai kejayaannya, terutama setelah Malaka jatuh ke Portugis.
Putranya yang bernama Pati Unus yang bergelar Pangeran Sabrang Lor sangat
berjasa membantu ayahnya meluaskan dan memperkuat kedudukan kerajaan Demak
sebagai kerajaan Islam. Raden Patah wafat tahun 1518 dan diganti oleh Pati
Unus.
3. Kerajaan Banten
Daerah ujung barat pulau Jawa yaitu
Banten dan Sunda Kelapa dapat direbut oleh Demak, di bawah pimpinan Fatahillah.
Untuk itu daerah tersebut berada di bawah kekuasaan Demak. Setelah Banten
diislamkan oleh Fatahillah maka daerah Banten diserahkan kepada putranya yang
bernama Hasannudin, sedangkan Fatahillah sendiri menetap di
Cirebon, dan lebih menekuni hal keagamaan. Dengan diberikannya Banten kepada Hasannudin,
maka Hasannudin meletakkan dasar-dasar pemerintahan kerajaan Banten dan
mengangkat dirinya sebagai raja pertama, yang memerintah tahun 1552 – 1570.
4. Kerajaan Mataram
Pada awal perkembangannya kerajaan Mataram adalah
daerah kadipaten yang dikuasai oleh Ki Gede Pamanahan. Daerah tersebut
diberikan oleh Pangeran Hadiwijaya (Jaka Tingkir) yaitu raja Pajang kepada Ki
Gede Pamanahan atas jasanya membantu mengatasi perang saudara di Demak yang
menjadi latar belakang munculnya kerajaan Pajang. Kerajaan Mataram mengalami
kejayaan pada masa pemerintahan Raden Rangsang (1613-1645) yang terkenal dengan
nama Sultan Agung. Sultan Agung wafat pada tahun 1645.
5. Kerajaan Gowa – Tallo
Islam masuk ke kerajaan Gowa-Tallo pada tahun 1605.
Dengan raja pertama Kerajaan Tallo adalah Karaeng Mattoaya yang bergelar Sultan
Abdullah. Raja Gowa yaitu Daeng Manrabia bergelar Sultan Alaudin.
6. Kerajaan Ternate – Tidore
Kerajaan Ternate dan Tidore terletak di kepulauan
Maluku. Keadaan Maluku yang subur dan diliputi oleh hutan rimba, maka daerah
Maluku terkenal sebagai penghasil rempah seperti cengkeh dan pala.
7. Kerajaan Aceh
Masa kerajaan Aceh dicapai dalam masa pemerintahan
Sultan Iskandar Muda (1607-1636). Ia kemudian digantikan oleh menantunya,
Iskandar Tani. Namun ketika Iskandar Tani wafat tahun 1641, kekuasaan Aceh
menjadi menurun. Hal ini terjadi karena perselisihan di kalangan sendiri dan
juga karena Belanda berhasil merebut Malaka dari tangan Portugis tahun 1941.
8. Kerajaan Malaka
Malaka sebelumnya adalah kota kecil. Namun di bawah
pemerintahan Sultan Mudzafar Syah (1445-1458) Malaka menjadi pusat perdagangan
antara timur dan barat. Malaka mencapai puncak kebesarannya di bawah Sultan
Mansyur Syah (1458-1477) dan dilanjutkan oleh Sultan Alaudin Syah (1477-1488).
Malaka mengalami kemunduran ketika pemerintah Sultan Mahmud Syah
(1488-1511). Kejayaan Malaka berakhir ketika orang-orang Portugis berhasil
mengalahkan Malaka pada tahun1511.
C. Wujud Akulturasi Kebudayaan
Indonesia dan Kebudayaan Islam
Sebelum Islam masuk dan berkembang, Indonesia sudah
memiliki corak kebudayaan yang dipengaruhi oleh agama Hindu dan Budha. Dengan
masuknya Islam, Indonesia kembali mengalami proses akulturasi (proses
bercampurnya dua (lebih) kebudayaan karena percampuran bangsa-bangsa dan saling
mempengaruhi), yang melahirkan kebudayaan baru yaitu kebudayaan Islam
Indonesia.
Masuknya Islam tersebut tidak berarti kebudayaan Hindu
dan Budha hilang. Bentuk budaya sebagai hasil dari proses akulturasi tersebut,
tidak hanya bersifat kebendaan/material tetapi juga menyangkut perilaku
masyarakat Indonesia.
1. Seni Bangunan
Wujud akulturasi dalam seni bangunan dapat terlihat
pada bangunan masjid, makam, istana.
Masjid adalah tempat ibadahnya orang Islam. Di
Indonesia, istilah masjid biasanya menunjuk pada tempat untuk menyelenggarakan
shalat jumat.
Masjid di Indonesia pada zaman madya biasanya
mempunyai ciri khas tersendiri, diantaranya:
1. Atapnya
berbentuk “atap tumpang” yaitu atap bersusun. Jumlah atap tumpang itu selalu
ganjil, 3 atau 5 seperti di Jawa dan Bali pada masa Hindu.
2. Tidak adanya
menara. Pada masa itu masjid yang mempunyai menara hanya masjid Banten dan
masjid Kudus.
3. Biasanya
masjid dibuat dekat istana, berada di sebelah utara atau selatan. Biasanya
didirikan di tepi barat alun-alun. Letak masjid ini melambangkan bersatunya
rakyat dan raja sesama makhluk Allah. Selain di alun-alun, masjid juga dibangun
di tempat-tempat keramat, yaitu makam wali, raja atau ahli agama.
Bentuk perkembangannya sesuai dengan perkembangan
zaman. Sekarang kebanyakan masjid atasnya berbentuk kubah dan ada menara, ini
merupakan pengaruh dari Timur tengah dan India.
Ciri-ciri dari wujud akulturasi pada bangunan makam
terlihat dari:
a. makam-makam kuno dibangun di atas bukit atau
tempat-tempat yang keramat.
b. makamnya terbuat dari bangunan batu yang disebut
dengan Jirat atau Kijing, nisannya juga terbuat dari batu.
c. di atas jirat biasanya didirikan rumah tersendiri
yang disebut dengan cungkup atau kubba.
d. dilengkapi dengan tembok atau gapura yang
menghubungkan antara makam dengan makam atau kelompok-kelompok makam. Bentuk
gapura tersebut ada yang berbentuk kori agung (beratap dan berpintu) dan ada
yang berbentuk candi bentar (tidak beratap dan tidak berpintu).
e. Di dekat makam biasanya dibangun masjid, maka
disebut masjid makam dan biasanya makam tersebut adalah makam para wali atau
raja. Contohnya masjid makam Sendang Duwur seperti yang tampak pada gambar 1.2.
tersebut.
2. Seni Rupa
Tradisi Islam tidak menggambarkan bentuk manusia atau
hewan. Seni ukir relief yang menghias Masjid, makam Islam berupa suluran
tumbuh-tumbuhan namun terjadi pula Sinkretisme (hasil perpaduan dua aliran seni
logam), agar didapat keserasian, misalnya ragam hias pada gambar 1.3. ditengah
ragam hias suluran terdapat bentuk kera yang distilir.
3. Aksara dan Seni Sastra
Tersebarnya agama Islam ke Indonesia maka berpengaruh
terhadap bidang aksara atau tulisan, yaitu masyarakat mulai mengenal tulisan
Arab, bahkan berkembang tulisan Arab Melayu atau biasanya dikenal dengan
istilah Arab gundul yaitu tulisan Arab yang dipakai untuk menuliskan bahasa
Melayu tetapi tidak menggunakan tanda-tanda a, i, u seperti lazimnya tulisan
Arab. Di samping itu juga, huruf Arab berkembang menjadi seni kaligrafi yang
banyak digunakan sebagai motif hiasan ataupun ukiran.
Sedangkan dalam seni sastra yang berkembang pada awal
periode Islam adalah seni sastra yang berasal dari perpaduan sastra pengaruh
Hindu – Budha dan sastra Islam yang banyak mendapat pengaruh Persia.
Dengan demikian wujud akulturasi dalam seni sastra tersebut
terlihat dari tulisan/aksara yang dipergunakan yaitu menggunakan huruf Arab
Melayu (Arab Gundul) dan isi ceritanya juga ada yang mengambil hasil sastra
yang berkembang pada jaman Hindu.
Bentuk seni sastra yang berkembang adalah:
a. Hikayat yaitu cerita atau dongeng yang berpangkal
dari peristiwa atau tokoh sejarah. Hikayat ditulis dalam bentuk peristiwa atau
tokoh sejarah. Hikayat ditulis dalam bentuk gancaran (karangan bebas atau
prosa). Contoh hikayat yang terkenal yaitu Hikayat 1001 Malam, Hikayat Amir
Hamzah, Hikayat Pandawa Lima (Hindu), Hikayat Sri Rama (Hindu).
b. Babad adalah kisah rekaan pujangga keraton sering
dianggap sebagai peristiwa sejarah contohnya Babad Tanah Jawi (Jawa Kuno),
Babad Cirebon.
c. Suluk adalah kitab yang membentangkan soal-soal
tasawwuf contohnya Suluk Sukarsa, Suluk Wijil, Suluk Malang Sumirang dan
sebagainya.
d. Primbon adalah hasil sastra yang sangat dekat
dengan Suluk karena berbentuk kitab yang berisi ramalan-ramalan, keajaiban dan
penentuan hari baik/buruk.
Bentuk seni sastra tersebut di atas, banyak berkembang
di Melayu dan Pulau Jawa.
Kedatangan Islam ke Indonesia membawa pengaruh cukup
besar bagi kebudayaan Indonesia. Tetapi bukan berarti menghapus semua yang ada
sebelumnya. Misalnya, kesenian wayang yang telah ada sebelum kedatangan Islam.
Bahkan wayang ini digunakan para wali untuk menyebarkan agama Islam.
4. Sistem Pemerintahan
Dalam pemerintahan, sebelum Islam masuk Indonesia,
sudah berkembang pemerintahan yang bercorak Hindu ataupun Budha. Tetapi setelah
Islam masuk, maka kerajaan-kerajaan yang bercorak Hindu/Budha mengalami
keruntuhannya dan digantikan peranannya oleh kerajaan-kerajaan yang bercorak
Islam seperti Samudra Pasai, Demak, Malaka dan sebagainya.
Sistem pemerintahan yang bercorak Islam, rajanya
bergelar Sultan atau Sunan seperti
halnya para wali dan apabila rajanya meninggal tidak
lagi dimakamkan dicandi/dicandikan tetapi dimakamkan secara Islam.
5. Sistem Kalender
Sebelum budaya Islam masuk ke Indonesia, masyarakat
Indonesia sudah mengenal Kalender Saka (kalender Hindu) yang dimulai tahun 78M.
Dalam kalender Saka ini ditemukan nama-nama pasaran hari seperti legi, pahing,
pon, wage dan kliwon. Setelah berkembangnya Islam Sultan Agung dari Mataram
menciptakan kalender Jawa, dengan menggunakan perhitungan peredaran bulan
(komariah) seperti tahun Hijriah (Islam).
Nama-nama bulan yang digunakan adalah 12, sama dengan
penanggalan Hijriyah (versi Islam). Demikian pula, nama-nama bulan mengacu pada
bahasa bulan Arab yaitu Sura (Muharram), Sapar (Safar), Mulud (Rabi’ul Awal),
Bakda Mulud (Rabi’ul Akhir), Jumadilawal (Jumadil Awal), Jumadilakir (Jumadil
Akhir), Rejeb (Rajab), Ruwah (Sya’ban), Pasa (Ramadhan), Sawal (Syawal), Sela
(Dzulqaidah), dan Besar (Dzulhijjah). Namun, penanggalan hariannya tetap mengikuti
penanggalan Saka karena penanggalan harian Saka saat itu paling banyak
digunakan penduduk Kalender Sultan Agung tersebut dimulai tanggal 1 Syuro 1555
Jawa, atau tepatnya 1 Muharram 1053 H yang bertepatan tanggal 8 Agustus 1633 M.
Masuknya
Islam berpengaruh besar pada kebudayaan yang ada di Indonesia. Sebelumnya,
kebudayaan di Indonesia adalah kebudayaan yang bercorak Hindu-Budha.
Namun setelah masuknya Islam, berdirilah kerajaan-kerajaan islam yang
menjadikan kebudayaan Islam tersebut mengalami akulturasi dengan kebudayaan
yang ada di Indonesia. Kebudayaan tersebut terus berkembang seiring dengan
perkembangan zaman.
C. Kebudayaan Barat Di Indonesia
Kebudayaan
Barat sudah mendominanisasi segala aspek. Segala hal selalu mengacu kepada
Barat. Kebudayan Barat hanya sebagai petaka buruk bagi Timur. Timur yang selalu
berperadaban mulia, sedikit demi sedikit mulai mengikuti kebudayaan Barat.
Masuknya budaya Barat ke
Indonesia disebabkan salah satunya karena adanya krisis globalisasi yang
meracuni Indonesia. Pengaruh tersebut berjalan sangat cepat dan menyangkut
berbagai bidang kehidupan. Tentu saja pengaruh tersebut akan menghasilkan
dampak yang sangat luas pada sistem kebudayaan masyarakat. Begitu cepatnya
pengaruh budaya asing tersebut menyebabkan terjadinya goncangan budaya(culture
shock), yaitu suatu keadaan dimana masyarakat tidak mamapu menahan berbagai
pengaruh kebudayaan yang datang dari luar sehingga terjadi ketidakseimbangan
dalam kehidupan masyarakat yang bersangkutan.
Secara timbal balik, tiap
peradaban akan berpengaruh satu sama lain. Hukum sosial berlaku bagi semua
peradaban. Peradaban yang maju, pada suatu masa, cenderung memiliki perngaruh
yang luas bagi peradaban-peradaban lain yang berkembang belakangan.
Perkembangan terknologi,
terutama masuknya kebudayaan asing (barat) tanpa disadari telah menghancurkan
kebudayaan lokal. Minimnya pengetahuan menjadi pemicu alkulturasi kebudayaan
yang melahirkan jenis kebudayaan baru. Masuknya kebudayaan tersebut tanpa
disaring oleh masyarakat dan diterima secara mentah. Akibatnya kebudayaan asli
masyarakat mengalami degradasi yang sangat luar biasa.
Frans Magnis Suseno dalam
bukunya ”Filsafat Kebudayan Politik”, membedakan tiga macam Kebudayaan Barat
Modern:
a. Kebudayaan Teknologi Modern
Pertama kita harus membedakan
antara Kebudayan Barat Modern dan Kebudayaan Teknologis Modern. Kebudayaan
Teknologis Modern merupakan anak Kebudayaan Barat. Akan tetapi, meskipun
Kebudayaan Teknologis Modern jelas sekali ikut menentukan wujud Kebudayaan
Barat, anak itu sudah menjadi dewasa dan sekarang memperoleh semakin banyak
masukan non-Barat, misalnya dari Jepang.
Kebudayaan Tekonologis Modern merupakan sesuatu yang kompleks.
Penyataan-penyataan simplistik, begitu pula penilaian-penilaian hitam putih
hanya akan menunjukkan kekurangcanggihan pikiran. Kebudayaan itu kelihatan bukan hanya dalam sains dan
teknologi, melainkan dalam kedudukan dominan yang diambil oleh hasil-hasil
sains dan teknologi dalam hidup masyarakat: media komunikasi, sarana mobilitas
fisik dan angkutan, segala macam peralatan rumah tangga serta persenjataan
modern. Hampir semua produk kebutuhan hidup sehari-hari sudah melibatkan
teknologi modern dalam pembuatannya.
Kebudayaan Teknologis Modern
itu kontradiktif. Dalam arti tertentu dia bebas nilai, netral. Bisa dipakai
atau tidak. Pemakaiannya tidak mempunyai implikasi ideologis atau keagamaan.
Seorang Sekularis dan Ateis, Kristen Liberal, Budhis, Islam Modernis atau Islam
Fundamentalis, bahkan segala macam aliran New Age dan para normal dapat dan mau
memakainya, tanpa mengkompromikan keyakinan atau kepercayaan mereka
masing-masing. Kebudayaan Teknologis Modern secara mencolok bersifat
instumental.
b. Kebudayaan Modern Tiruan
Dari kebudayaan Teknologis
Modern perlu dibedakan sesuatu yang mau saya sebut sebagai Kebudayaan Modern
Tiruan. Kebudayaan Modern Tiruan itu terwujud dalam lingkungan yang tampaknya
mencerminkan kegemerlapan teknologi tinggi dan kemodernan, tetapi sebenarnya
hanya mencakup pemilikan simbol-simbol lahiriah saja, misalnya kebudayaan
lapangan terbang internasional, kebudayaan supermarket (mall), dan kebudayaan
Kentucky Fried Chicken (KFC).
Kebudayaan Modern Tiruan hidup
dari ilusi, bahwa asal orang bersentuhan dengan hasil-hasil teknologi modern,
ia menjadi manusia modern. Padahal dunia artifisial itu tidak menyumbangkan
sesuatu apapun terhadap identitas kita. Identitas kita malahan semakin kosong
karena kita semakin membiarkan diri dikemudikan. Selera kita, kelakuan kita,
pilihan pakaian, rasa kagum dan penilaian kita semakin dimanipulasi, semakin
kita tidak memiliki diri sendiri. Itulah sebabnya kebudayaan ini tidak nyata,
melainkan tiruan, blasteran.
Anak Kebudayaan Modern Tiruan
ini adalah Konsumerisme: orang ketagihan membeli, bukan karena ia membutuhkan,
atau ingin menikmati apa yang dibeli, melainkan demi membelinya sendiri.
Kebudayaan Modern Blateran ini, bahkan membuat kita kehilangan kemampuan untuk
menikmati sesuatu dengan sungguh-sungguh. Konsumerisme berarti kita ingin
memiliki sesuatu, akan tetapi kita semakin tidak mampu lagi menikmatinya. Orang
makan di KFC bukan karena ayam di situ lebih enak rasanya, melainkan karena
fast food dianggap gayanya manusia yang trendy, dan trendy adalah modern.
c. Kebudayaan-Kebudayaan Barat
Kita keliru apabila budaya
blastern kita samakan dengan Kebudayaan Barat Modern. Kebudayaan Blastern itu
memang produk Kebudayaan Barat, tetapi bukan hatinya, bukan pusatnya dan bukan
kunci vitalitasnya. Ia mengancam Kebudayaan Barat, seperti ia mengancam
identitas kebudayaan lain, akan tetapi ia belum mencaploknya. Italia, Perancis,
spayol, Jerman, bahkan barangkali juga Amerika Serikat masih mempertahankan
kebudayaan khas mereka masing-masing. Meskipun di mana-mana orang minum Coca
Cola, kebudayaan itu belum menjadi Kebudayaan Coca Cola.
Orang yang sekadar tersenggol
sedikit dengan kebudayaan Barat palsu itu, dengan demikian belum mesti menjadi
orang modern. Ia juga belum akan mengerti bagaimana orang Barat menilai, apa
cita-citanya tentang pergaulan, apa selera estetik dan cita rasanya, apakah
keyakinan-keyakinan moral dan religiusnya, apakah paham tanggung jawabnya
(Suseno; 1992).
Pengaruh Kebudayaan Barat dalam Tatanan
Pendidikan Kita
Sebagaimana kita ketahui dan
sadari setiap interaksi sosial akan memberikan pengaruh satu dengan yang lain,
baik langsung ataupun tidak langsung, sedikit ataupun banyak pengaruh tersebut
dapat berbentuk adaptasi yang positif, dalam arti tidak menimbulkan kegoncangan
dan permasalahan. Namun tidak jarang dapat merusak dan mencemaskan serta
merugikan kebudayaan bangsa yang dihormati dan diamalkan aspek-aspeknya. dalam
kehidupan sehari-hari bukan tidak mungkin akan terdesak dan semakin
ditinggalkan oleh mereka yang sangat tertarik, bahkan tergila-gila dengan
unsur-unsur budaya asing. Kenyataan menunjukan bahwa kadangkala orang timur
yang terpesona dengan kebudayaan barat akan hidup dengan pola kebarat-baratan
dan antipati terhadap budaya bangsa sendiri.
Salah satu gejala sosial yang
paling sederhana, dapat dilihat pada permasalahan perasaan malu. Jika dulu
perasaan malu dominan dalam kehidupan masyarakat, namun kini perasaan tersebut
semakin menipis dan menguap, sehingga melicinkan mereka untuk melakukan hal-hal
yang semula di pandang kurang bahkan tidak pantas. Di antara pengaruh dunia
Barat yang tertanam pada bangsa kita, khususnya anak usia sekolah adalah
sebagai berikut:
1. Selebmania
Seleb berarti ternama, kesohor
atau figur. Selebritis berarti orang ternama, kesohor atau yang dijadikan
figur, selebmania berarti pengagung berat tokoh-tokoh ternama tersebut. Tokoh
ternama yang dimaksud adalah artis atau mereka yang terjun di dunia hiburan
baik sebagai penyanyi, bintang film, sinetron, foto model, peragawati, atau
presenter dunia hiburan.
Selebmania, kultusme atau
kekaguman yang berlebihan terhadap artis. Sekarang sudah menjadi wabah penyakit
baru dikalangan remaja modern, para remaja dengan tanpa melihat moral artis
tetap saja tergila-gila dengan sosok artis idolanya. Bahkan tak terbatas sampai
di sana, merekapun berlomba meniru artis pujaannya itu.
2. Premium Call
Untuk golongan menengah ke
atas terutama mereka yang memiliki jaringan telepon rumah dan headphone,
perluang untuk berbuat maksiat terbuka lebar. Dan tak dapat dipungkiri ada juga
premium call untuk tujuan positif premium call pada hakekatnya merupakan salah
satu kemudahan yang dihasilkan oleh jaringan komunikasi pintar (intellegent
network) dilingkungan PT melalui premium call dapat diperoleh berbagai
informasi yang mungkin diperlukan masyarakat yaitu informasi yang mungkin
diperlukan masyarakat yaitu informasi umum/layanan masyarakat, hiburan,
bisnis/ekonomi dan informasi langsung.
Kenyataan di lapangan premium
call banyak disalah gunakan kini premium call bukan hanya sebagai alat
komunikasi saja. Tetapi bentuk hand phone kini dianggap sebagai asesoris untuk
pelengkap penampilan sebagai penambah gaya, modis dan trendy, mereka merasa
malu/tidak gaul kalau tidak mempunyai alat tersebut, dan dan mereka tidak mau
ketinggalan zaman sehingga apa pun caranya mereka lakukan untuk bisa membeli
alat tersebut.
3. Diskotik dan Pub
Diskotik atau Pub sudah
dikenal sejak zaman penjajahan. Tempat ini sudah dimafhumi sebagai tempat
maksiat. Diskotik bukan saja tempat ajojing atau diskotik tapi juga khalwat,
ikhtilat pamer aurat mejeng tak karuan. Bahkan transaksi seks tempat tersebut
dikenal pula sebagai tempat mabuk-mabukan dan transaksi narkoba.
4. Punk Club
Kelompok punk muncul pertama
kali pada tahun 1975. punk sendiri artinya bahasa slang untuk menyebut penjahat
atau perusak, sama seperti pendahulunya. kaum punk juga menyatakan dirinya
lewat dandanan pakaian dan rambut yang berbeda. Orang-orang punk menyatakan
dirinya sebagai golongan yang anti fashion dengan semangat dan etos kerja semuanya
dikerjakan sendiri (do-it yourself) yang tinggi.
Ciri khas dari punk adalah
celana jeans sobek-sobek peniti cantel (safety pins) yang dicantelkan atau di
kenakan di telinga, pipi, aksesoris lain seperti swastika, kalung anjing, dan
model rambut spike-top dan mohican. Model rambut spike-top atau model rambut
standar kaum punk sementara model rambut mohican atau biasa disebut dengan
mohawk yaitu model rambut yang menggabungkan gaya spike-top dengan cukur di
bagian belakang dan samping untuk menghasilkan efek bentuk bulu-bulu yang
tinggi, atau sekumpulan krucut. Kadang-kadang mereka mengecet rambutnya dengan
warna-warna cerah seperti hijau menyala, pink, ungu dan orange.
Punk adalah kelompok remaja
radikal yang menentang berbagai bentuk kemapanan hidup bebas tanpa aturan
adalah kehidupan yang didambakannya. Dandanan yang tidak karuan seperti itu
bagi mereka sebuah kemajuan. Para orang tua hendaknya dapat membentengi
putra-putrinya dengan pondasi moral yang kokoh agar anak tidak terjerumus dalam
kelompok berbahaya ini.
5. Narkoba dan Miras
Tidak ada hubungannya narkoba
dengan prestasi, gengsi, kemajuan zaman. Apalagi modernisasi narkoba (narkotik
dan obat-obatan berbahaya), naza (narkotika dan zat adiktif) atau ada yang
menyebut napza (narkotik psikopika dan zat adiktif) adalah produk zahiliyah
yang dibuat manusia yang kehilangan sifat kemanusiaannya. Karena itu sangatlah
hina remaja yang merasa modern dengan narkoba dan miras, yang saat ini ramai di
bicarakan di mana-mana.
Ekses negatif narkoba bukan
hanya terbatas pada kesehatan pisik dan psikis si pemakai, tapi juga akan
diikuti dengan ekses sosial ekonomi yang sangat merugikan. Perkelahian pelajar,
pencurian, perampokan dan kejahatan lainnya. Umumnya ekses dari narkoba dan
miras.
Jelaslah bahwa maraknya berbagai
jenis narkoba dan miras sekarang ini telah jelas-jelas membunuh para generasi
muda yang seharusnya memikul tanggung jawab sebagai generasi penerus.
6. Sek Bebas
Ciri-ciri ideal mewujudkan
negeri baldatun thayyibatun warobbun ghafur yang diceritakan sejak dulu,
semakin jauh panggang dari api. Cita-cita itu hanya hinggap didunia impian dan
sekedar fatamorgana yang indah di pandang, namun realitasnya sangat
menyakitkan. Saban hari kebebasan di dengung-dengungkan, namun kenyataannya
(kebebasan itu) hanya memperlebar borok masa silam.
Kebobrokan semakin telanjang. Indonesia makin terbelenggu syahwat (harta, tahta
dan wanita), kenyataan menjadi malapetaka dan ironisnya, Indonesia semakin
tenggelam dalam hubungan syahwat dan bermandikan birahi korupsi, kolusi,
nepotisme, perselingkuhan, perzinahan, pelecehan seksual dan obral aurat bukan
barang yang aneh lagi.
Tapi masalahnya lain, jika
justru hal itu terjadi di negara yang dianggap sangat kental keagaamannya
seperti halnya di Indonesia, akan ditemukan disana unsur-unsur pelanggaran
birahi yang kental.
Munculnya dorongan seksual
pada kaum remaja dipicu oleh perubahan dan pertumbuhan hormon kelamin sebagai
akibat dari kematangan mental dan fisik free sex atau sex bebas, nampaknya
sudah menjadi trend bagi remaja modern. Prilaku yang diadopsi dari prilaku
remaja barat ini seolah mendapat pembenaran media. Terbukti saban hari tayangan
mengenai free sex dan free love menjadi tema utama dalam sebagian besar film
dan sinetron yang di tanyangkan televisi. Akibatnya, para remaja beranggapan
seks bebas adalah hal yang lumrah diera modern ini.
Padahal sex bebas bukan saja
merusak martabat manusia, tapi juga dengan sengaja mensejajarkan diri dengan
binatang. Seks bebas atau zina sudah jelas dosa besar. Kehidupan muda-mudi
tingkat SMA dan perguruan tinggi yang umumnya mengaku Islami. Menurut berbagai
pemberitaan media, dan penuturan pakar seksologi, banyak dikalangan ini yang
berobat karena kelemahan di kelaminnya sebagian sudah terjangkit penyakit
seksual dan sebagain lagi baru gejala.
Pendidikan Moral dan Budi Pekerti Sebagai
Solusi Menangkal Budaya Barat
Manusia Indonesia menempati
posisi sentral dan strategis dalam pelaksanaan pembangunan nasional, sehingga
diperlukan adanya pengembangan sumber daya manusia (SDM) secara optimal.
Pengembangan SDM dapat dilakukan melalui pendidikan mulai dari dalam keluarga,
hingga lingkungan sekolah dan masyarakat.
Salah satu SDM yang dimaksud
bisa berupa generasi muda (young generation) sebagai estafet pembaharu
merupakan kader pembangunan yang sifatnya masih potensial, perlu dibina dan
dikembangkan secara terarah dan berkelanjutan melalui lembaga pendidikan
sekolah. Beberapa fungsi pentingnya pendidikan sekolah antara lain untuk :
1) perkembangan pribadi dan pembentukan kepribadian,
2) transmisi cultural,
3) integrasi sosial,
4) inovasi, dan
5) pra seleksi dan pra alokasi tenaga kerja.
Dalam hal ini jelas bahwa
tugas pendidikan sekolah adalah untuk mengembangkan segi-segi kognitif, afektif
dan psikomotorik yang dapat dikembangkan melalui pendidikan moral. Dengan
memperhatikan fungsi pendidikan sekolah di atas, maka setidaknya terdapat 3
alasan penting yang melandasi pelaksanaan pendidikan moral di sekolah, antara
lain :
1). Perlunya karakter yang baik untuk menjadi bagian yang utuh dalam diri
manusia yang meliputi pikiran yang kuat, hati dan kemauan yang berkualitas,
seperti : memiliki kejujuran, empati, perhatian, disiplin diri, ketekunan, dan
dorongan moral yang kuat untuk bisa bekerja dengan rasa cinta sebagai ciri
kematangan hidup manusia.
2). Sekolah merupakan tempat yang lebih baik dan lebih kondusif untuk
melaksanakan proses belajar mengajar.
3).Pendidikan moral sangat esensial untuk mengembangkan sumber daya manusia
(SDM) yang berkualitas dan membangun masyarakat yang bermoral (Lickona, 1996 ,
P.1993).
Pelaksanaan pendidikan moral
ini sangat penting, karena hampir seluruh masyarakat di dunia, khususnya di
Indonesia, kini sedang mengalami patologi social yang amat kronis. Bahkan
sebagian besar pelajar dan masyarakat kita tercerabut dari peradaban
eastenisasi (ketimuran) yang beradab, santun dan beragama. Akan tetapi hal ini
kiranya tidak terlalu aneh dalam masyarakat dan lapisan social di Indonesia
yang hedonis dan menelan peradaban barat tanpa seleksi yang matang.
Daftar Pustaka
Drs. Sukadi. 2002. IPS
Sejarah untuk SLTP kelas 1. Jakarta : Ganeca Exact
Hartini, Dwi. 2007.Masuknya
Pengaruh Islam di Indonesia. Pdf. Adobe Reader.
Samlawi, Fakih. 1989. Konsep
Dasar IPS. Jakarta : Depdikbud.
Mustopo, M. Habib dkk